Selasa, 07 Agustus 2012

Mendaki Gunung?



Banyak orang yang bertanya kepada saya "ngapain sih gunung?" sepintas pertanyaan yg mudah di jawab, terus terang menurut saya pertanyaan itu sulit untuk di jawab. Hanya ada satu jawaban yaitu silahkan mencoba karena pandangan tiap2 orang akan berbeda seperti contohnya ada seseorang yang menyukai pedas tapi ada pula orang yang tidak menyukai pedas begitupun mendaki ada yang suka dan ada juga yang tidak. Banyak di antara mereka yang ketagihan mendaki gunung karena sudah mencoba lain hal nya dengan yang belum mencoba mereka masih sering bertanya apa untungnya naik gunung, bagi yang kurang menyukai tidak usah melanjutkan, bagi yang menyukai silahkan lanjutkan. 
Entah kenapa meskipun pada saat mendaki rasa malas dan lelah semuanya bercampur aduk sehingga apalabila di pikir kembali lebih baik diam di rumah makan enak tidur enak segala sesuatu nya nikmat dan sering sekali terlintas dalam pikiran saya "ini terakhir kali naik gunung, ga akan naik2 lagi" rasa lelah, haus, panas, dingin semua akan terasa ketika kita mendaki gunung yang membuat malas untuk kembali lagi kesana. 
Tetapi seberapa lelahnya mendaki gunung menghabiskan uang yang cukup banyak dan waktu bersama orang2 tercinta sesalu muncul di benak saya "kapan ya naik lagi, kapan ya balik lagi" sayapun merasa binggung kenapa saya menyukai kegiatan di alam bebas ini dari sewaktu kecil saya senang bepetualang dan ayah saya pun begitu ada pepatah mengatakan 'buah jatuh tidak jauh dari pohon nya' ya mungkin karena itulah sampai sekarang saya senang bertualang atau lebih tepatnya mendaki gunung. 
Banyak definisi tentang mendaki gunung menurut saya mendaki gunung menghargai hidup karena pada saat di gunung kita dapat merasakan penderitaan orang2 yg kurang mampu seperti apalabila lapar kita harus berhenti sejenak menyaakan api menghangatkan makanan belum juga kita makan secukupnya karena apalabila rakus habislah persediaan makanan kita, apalabila haus tidak jauh berbeda dgn makan masih banyak lagi keasyikan dalam mendaki gunung yang tidak dapat di sampaikan satu persatu, dan dari semua keluh kesal selama perjalanan akan terbayar ketika kita sampai di puncak gunung kita dapat melihat keindahan yang tidak dapat di lihat di perkotaan keindahan sang Pencipta yang begitu dahsyat, sesampai nya di puncak saya tersadar betapa kecil nya saya di bila di bandingkan dgn ciptaanNya. Karena itu gunung bukan untuk di taklukan tapi untuk di nikmati. 
Ada petikan buku dari seorang Pendaki senior Indonesia Norman Edwin " Mendaki Gunung sebuah tantangan petualangan " tahun 1987.
 
Bagi orang awam, kiprah petualang seperti Pendaki Gunung selalu mengundang pertanyaan klise : mau apa sih ke sana ?. Pertanyaan sederhana, tetapi sering membuat bingung yang ditanya, atau bahkan mengundang rasa kesal. George F Mallory, pendaki gunung terkenal asal Inggris, mungkin cuma kesal saja ketika menjawab : because it is there, karena gunung ada disitu!, Mallory bersama seorang temannya, menghilang di Pucuk Everest pada tahun 1924.
Rata Penuh Beragam jawaban boleh muncul, Soe Hok Gie, salah seorang pendiri Mapala UI, menulisnya dalam sebuah puisi : ” Aku Cinta Padamu Pangrango, Karena Aku cinta Keberanian Hidup ”. Bagi pemuda ini, keberanian hidup itu harus dibayar dengan nyawanya sendiri. Soe Hok Gie tewas bersama seorang temannya Idhan Lubis, tercekik gas beracun dilereng kerucut Mahameru, Gunung Semeru, 16 Desember 1969, dipelukkan seorang sahabatnya, Herman O Lantang.
Pemuda aktif yang sehari-hari terlibat dalam soal-soal pelik di dunia politik ini mungkin menganggap petualangan di gunung sebagai arena untuk melatih keberanian menghadapi hidup. Mungkin pula sebagai pelariannya dari dunia yang digelutinya di kota. Herman O Lantang yakin bahwa sahabatnya itu meninggal dengan senyum dibibir. ” Dia meninggal ditengah sahabat-sahabatnya di alam bebas, jauh dari intrik politik yang kotor ” ujarnya.
Motivasi melakukan kegiatan dialam bebas khususnya Mendaki Gunung memang bermacam macam. Manusia mempunyai kebutuhan psikologis seperti halnya kebutuhan-kebutuhan lainnya: Kebutuhan akan pengalaman baru, Kebutuhan untuk berprestasi, dan Kebutuhan untuk diakui oleh masyarakat dan bangsanya. Mendaki gunung adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, disadari atau tidak. Semua ini sah, tentu saja.
Sebenarnya yang paling mendasar dari semua motivasi itu adalah rasa ingin tahu yang menjadi jiwa setiap manusia. Rasa ingin tahu adalah dasar kegiatan mendaki gunung dan petualangan lainnya. Keingin-tahuannya setara dengan rasa ingin tahu seorang bocah, dan inilah yang mendorong keberanian dan ketabahan untuk menghadapi tantangan alam. Tetapi apakah sebenarnya keberanian dan ketabahan itu bagi Pendaki Gunung ?
Peter Boardman, Pendaki Gunung asal Inggris, menjadi jenuh dengan pujian-pujian yang bertubi-tubi, setelah keberhasilannya mencapai Puncak Everest melalui Dinding Barat Daya yang sulit di tahun 1975. Peter Boardman yang kemudian hilang di Punggung Timur Laut Everest tahun 1982 menulis arti Keberanian dan Ketabahan baginya.
” Dibutuhkan lebih banyak Keberanian untuk menghadapi kehidupan sehari-hari yang sebenarnya lebih kejam daripada bahaya pendakian yang nyata. Ketabahan dibutuhkan lebih banyak untuk bekerja di kota daripada mendaki gunung yang tinggi.”
Keberanian dan Ketabahan yang dibutuhkan ketika mendaki gunung cuma sebagian kecil saja dari hidup kita. Bahaya yang mengancam jauh lebih banyak ada didunia peradaban, di perkotaan ketimbang digunung, hutan, dalam goa, dan dimana saja dialam terbuka.
Di dunia peradaban modern, di kota, begitu banyak masalah yang membutuhkan Keberanian dan Ketabahan untuk menyelesaikannya. Di gunung, masalah yang kita hadapi hanya satu : ”Bagaimana mencapai puncaknya, lalu turun kembali dengan selamat.”
Seorang psikolog pernah mengatakan, ”bahwa mereka yang menggemari petualangan di alam bebas adalah orang-orang yang mencintai Kematian.” Ini pendapat yang salah dan keliru besar. Kenapa? Mereka yang berpetualang di alam bebas sebenarnya begitu menghargai kehidupan ini. Ada keinginan mereka untuk memberi arti yang lebih bernilai dalam hidup ini. Mereka berpetualang di alam bebas untuk mencari arti hidup yang sebenarnya. Tak berlebihan bila seorang ahli filsafat mengatakan: ” Didalam hutan dan alam bebas aku merasa menjadi manusia kembali.”
Petualang yang tewas di gunung (kegiatan alam bebas lainnya), bukanlah orang yang mencintai kematian. Kematiannya itu sebenarnya tak berbeda dengan kematian orang lain yang tertabrak mobil di jalan raya atau terbunuh perampok. Yang pasti, Mereka tewas justru dalam usahanya untuk menghargai kehidupan ini. ” Hidup itu harus lebih dari sekedarnya ” tulis Budi Laksmono yang tewas digulung jeram Sungai Alas, Aceh, 1985.
George F. Mallory, Soe Hok Gie, Idhan Lubis, Norman Edwin, Didiek Samsu, Peter Boardman, Budi Laksmono, dan banyak lagi petualang dan penjelajah alam bebas lainnya yang gugur dalam misinya, Mereka semua adalah yang sangat menghargai KEHIDUPAN ! 
                    HIDUP ADALAH SOAL, KEBERANIAN, MENGHADAPI YANG ANDA TANYA
TANPA KITA MENAWAR ” TERIMA DAN HADAPILAH ”
Soe Hok Gie
 Itulah sedikit penjelasan kenapa saya begitu menyukai kegiatan bertualang mendaki gunung termasuk petualangan, maka bagi kalian yang ingin merasakan petualangan yang sebenarnya, mendakilah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar